Sejarah 4 Madzhab

Empat mazhab utama dalam Islam adalah mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Mazhab-mazhab ini berkembang pada masa-masa awal setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW dan menjadi referensi utama dalam hukum Islam (fiqh) di berbagai kawasan. Masing-masing mazhab didirikan oleh imam-imam besar yang memiliki pendekatan berbeda dalam menetapkan hukum berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, Ijma’ (kesepakatan para ulama), dan Qiyas (analogi). Berikut adalah penjelasan terperinci mengenai sejarah keempat mazhab ini:

1. Mazhab Hanafi

Pendiri: Imam Abu Hanifah (80 H – 150 H / 699 M – 767 M)

Latar Belakang: Imam Abu Hanifah, nama lengkapnya adalah Nu’man bin Thabit bin Zuta al-Kufi, lahir di Kufah, Irak, pada tahun 80 H. Beliau dikenal sebagai seorang ulama yang sangat cerdas dan berpengaruh di masa awal Islam. Abu Hanifah lebih banyak mengembangkan metode fiqh yang mengutamakan pemikiran rasional dan analitis, serta penggunaan qiyas (analogi) dalam menetapkan hukum.

Ciri Khas Mazhab Hanafi:

Ijtihad dan Qiyas: Abu Hanifah dikenal sebagai pelopor penggunaan qiyas dalam menetapkan hukum, yaitu dengan mencari persamaan antara masalah yang sedang dihadapi dengan masalah yang sudah ada hukum jelasnya dalam Al-Qur’an atau Hadis.

Pendekatan Liberal terhadap Ijma’: Abu Hanifah lebih sering menggunakan ijtihad pribadi (pendapat pribadi) dalam banyak masalah, terutama ketika tidak ada teks yang jelas dari Al-Qur’an atau Hadis. Oleh karena itu, ijtihad lebih diperhitungkan dalam mazhab Hanafi.

Pendekatan Fleksibel terhadap Hadis: Abu Hanifah lebih selektif dalam menerima hadis. Ia lebih memprioritaskan hadis yang sahih dan menghindari hadis yang tidak jelas atau bertentangan dengan prinsip-prinsip logika dan moralitas.

Penyebaran: Mazhab Hanafi banyak berkembang di wilayah-wilayah yang lebih luas, seperti di Irak, Persia, India, Asia Tengah, dan wilayah Kekaisaran Ottoman. Hal ini juga didorong oleh pengaruh pemerintah yang menggunakan mazhab Hanafi dalam sistem hukum mereka, seperti yang terjadi pada dinasti Abbasiyah dan Ottoman.

2. Mazhab Maliki

Pendiri: Imam Malik bin Anas (93 H – 179 H / 712 M – 795 M)

Latar Belakang: Imam Malik bin Anas lahir di Madinah pada tahun 93 H. Ia dikenal sebagai seorang ulama yang sangat ahli dalam hadis dan fiqh, serta menjadi pengajar utama di Madinah. Imam Malik berpendapat bahwa hukum Islam tidak hanya didasarkan pada teks Al-Qur’an dan Hadis saja, tetapi juga pada praktek yang berlaku di Madinah, yang pada saat itu dianggap sebagai pusat pengajaran Islam yang paling otoritatif.

Ciri Khas Mazhab Maliki:

Amal Ahl al-Madinah (Praktek Penduduk Madinah): Salah satu sumber utama hukum dalam mazhab Maliki adalah praktek masyarakat Madinah, karena Madinah dianggap sebagai kota yang paling dekat dengan zaman Nabi Muhammad SAW.

Ijma’ Madinah: Imam Malik lebih mengutamakan ijma’ yang terjadi di Madinah (praksis hukum yang diterima oleh mayoritas penduduk Madinah), karena beliau meyakini bahwa penduduk Madinah adalah pewaris langsung dari tradisi Nabi Muhammad SAW.

Toleransi terhadap Hadis Dha’if: Imam Malik cenderung menerima hadis dha’if (lemah) dalam kondisi tertentu, jika tidak ada hadis yang lebih kuat atau jika sesuai dengan praktek masyarakat Madinah.

Penyebaran: Mazhab Maliki banyak berkembang di wilayah Maghrib (Afrika Utara), seperti di Tunisia, Algeria, Maroko, dan Mauritania, serta sebagian wilayah Afrika Sub-Sahara. Di wilayah ini, mazhab Maliki menjadi mazhab yang dominan dalam hukum Islam.

3. Mazhab Syafi’i

Pendiri: Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (150 H – 204 H / 767 M – 820 M)

Latar Belakang: Imam al-Syafi’i lahir di Gaza, Palestina, pada tahun 150 H. Ia terkenal sebagai ahli fiqh dan hadis yang sangat sistematis dalam metode pengembangan hukum Islam. Imam al-Syafi’i dikenal sebagai pembentuk ilmu ushul fiqh (prinsip-prinsip dasar fiqh) yang memberikan pedoman bagi seluruh mazhab. Beliau banyak menghabiskan waktunya untuk belajar di Mekkah, Madinah, dan Mesir, yang memberi pengaruh besar pada penyebaran mazhab ini.

Ciri Khas Mazhab Syafi’i:

Metode Sistematis: Imam al-Syafi’i memperkenalkan metode yang sistematis dalam menentukan hukum Islam dengan urutan yang jelas: Al-Qur’an, Hadis, Ijma’ (kesepakatan ulama), dan Qiyas (analogi).

Pentingnya Hadis: Berbeda dengan mazhab Hanafi, yang lebih mengutamakan qiyas dan ijtihad, Imam al-Syafi’i menekankan bahwa hadis yang sahih harus diutamakan sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.

Penolakan terhadap Ijma’ setelah zaman sahabat: Imam al-Syafi’i lebih memilih ijma’ yang terjadi pada masa para sahabat Nabi, dan tidak menerima ijma’ setelah itu kecuali jika didukung oleh dalil yang kuat.

Penyebaran: Mazhab Syafi’i menyebar luas di wilayah Timur Tengah, Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Singapura), serta beberapa bagian dari Afrika dan Yaman. Negara-negara ini menggunakan mazhab Syafi’i sebagai dasar hukum Islam mereka.

4. Mazhab Hanbali

Pendiri: Imam Ahmad bin Hanbal (164 H – 241 H / 780 M – 855 M)

Latar Belakang: Imam Ahmad bin Hanbal lahir di Baghdad pada tahun 164 H. Beliau dikenal sebagai seorang ulama yang sangat hati-hati dalam menerima hadis dan cenderung mengutamakan teks-teks yang sangat sahih. Imam Hanbal dikenal sebagai sosok yang sangat teguh dalam berpegang pada teks Al-Qur’an dan Hadis, serta menolak banyak pendapat yang tidak berbasis pada keduanya.

Ciri Khas Mazhab Hanbali:

Ketaatan pada Hadis: Imam Hanbal sangat ketat dalam menerima hadis dan lebih mengutamakan hadis yang sahih (autentik). Beliau hampir tidak menggunakan qiyas dalam banyak masalah, kecuali jika tidak ada teks dari Al-Qur’an atau Hadis.

Penggunaan Ijma’ yang Sangat Terbatas: Imam Hanbal jarang menggunakan ijma’ sebagai dasar hukum, kecuali jika ada ijma’ yang sangat jelas dan tegas.

Kewenangan dalam Ijtihad: Imam Hanbal mengutamakan ijtihad individu dengan ketelitian dan hati-hati. Beliau sangat selektif dalam menerima pendapat selain dari Al-Qur’an dan Hadis.

Penyebaran: Mazhab Hanbali lebih terbatas penyebarannya jika dibandingkan dengan tiga mazhab lainnya. Ia banyak berkembang di Arab Saudi dan sebagian besar wilayah Teluk Persia. Meskipun demikian, pengaruhnya sangat kuat di kalangan kalangan ulama konservatif.

Kesimpulan

Keempat mazhab ini memiliki perbedaan dalam pendekatan mereka terhadap sumber-sumber hukum Islam, namun semuanya berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadis. Mazhab Hanafi lebih mengutamakan qiyas dan ijtihad, Maliki menghargai praktek masyarakat Madinah, Syafi’i menekankan metode yang sistematis, dan Hanbali lebih konservatif dalam mengutamakan hadis sahih. Keempat mazhab ini terus berkembang dan menjadi landasan hukum di berbagai bagian dunia Islam.