Pengertian dan Hukum Udhiyah (Hewan Kurban)

Pengertian:
Udhiyah atau qurban adalah hewan dari jenis an‘ām (unta, sapi, kambing, atau domba) yang disembelih sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta‘ālā, mulai dari hari ‘Idul Adha hingga akhir hari-hari Tasyriq, dengan syarat-syarat tertentu.

Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Hukumnya:
Para fuqaha (ahli fikih) berselisih pendapat mengenai hukum udhiyah menjadi dua pendapat:

Pendapat Pertama:

Bahwa udhiyah hukumnya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi orang yang mampu.
Ini adalah pendapat mayoritas fuqaha, di antaranya mazhab Syafi‘i dan Hanbali. Ini juga merupakan pendapat yang lebih kuat menurut Imam Malik, dan salah satu dari dua riwayat dari Qadhi Abu Yusuf.

Dalil-dalil mereka antara lain:

📖 Hadis Nabi ﷺ:

«إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا»
(رواه مسلم في “صحيحه”)

Artinya:
“Apabila telah masuk sepuluh (hari pertama Dzulhijjah), dan salah seorang di antara kalian ingin berkurban, maka janganlah ia menyentuh rambut dan kulitnya sedikit pun.”
(Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya)

Wajah istidlal (cara pengambilan hukum):
Rasulullah ﷺ bersabda: “dan ingin berkurban” — hal ini menunjukkan bahwa beliau memberikan pilihan kepada kehendaknya. Seandainya udhiyah itu wajib, tentu beliau akan mengatakan secara tegas: “maka janganlah ia menyentuh rambutnya sampai ia menyembelih kurbannya”, tanpa menggantungkan pada keinginan.

📖 Atsar dari Abu Bakar dan Umar رضي الله عنهما: Bahwa keduanya tidak melaksanakan udhiyah satu tahun atau dua tahun karena khawatir dianggap sebagai kewajiban.

رُوي عن البيهقي أن الشيخين أبا بكر وعمر رضي الله عنهما كانا لا يضحيان السنة والسنتين مخافة أن يُرى ذلك واجبًا.

Artinya:
Diriwayatkan oleh Al-Bayhaqi bahwa dua Syaikh (Abu Bakar dan Umar) رضي الله عنهما tidak melaksanakan udhiyah satu tahun atau dua tahun karena takut hal itu dianggap wajib.
Ini menunjukkan bahwa keduanya mengetahui dari Rasulullah ﷺ bahwa udhiyah bukanlah suatu kewajiban. Dan tidak terdapat riwayat dari sahabat lain yang menyelisihi hal ini.

Pendapat Kedua:

Bahwa udhiyah hukumnya wajib.
Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, dan diriwayatkan juga dari dua muridnya yaitu Imam Muhammad bin Al-Hasan dan Imam Zufar, serta satu dari dua riwayat dari Qadhi Abu Yusuf. Pendapat ini juga dinukil dari beberapa imam fikih lain seperti: Rabi‘ah, Al-Laits bin Sa‘d, Al-Awza‘i, Ats-Tsauri, dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya.

Dalil-dalil mereka antara lain:

📖 Firman Allah Ta‘ālā:

﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ﴾
(سورة الكوثر: 2)

Artinya:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan sembelihlah (kurban).”
(Surat Al-Kautsar: 2)

Penjelasan:
Sebagian tafsir mengatakan bahwa maksud dari ayat ini adalah: dirikanlah shalat ‘Id dan sembelihlah hewan kurban. Dan hukum asal dari perintah dalam syariat adalah untuk menunjukkan kewajiban. Maka jika perintah itu berlaku untuk Nabi ﷺ, maka berlaku pula bagi umatnya karena beliau adalah teladan bagi mereka.

📖 Hadis Nabi ﷺ:

«مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ، وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا»
(أخرجه ابن ماجه)

Artinya:
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan (harta), namun tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Mājah)

Penjelasan:
Ini merupakan bentuk ancaman bagi orang yang meninggalkan udhiyah, dan ancaman dalam syariat hanya diberikan untuk meninggalkan sesuatu yang hukumnya wajib.

📖 Hadis Nabi ﷺ:

«مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَلْيَذْبَحْ شَاةً مَكَانَهَا، وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ، فَلْيَذْبَحْ عَلَى اسْمِ اللهِ»
(رواه مسلم في “صحيحه”)

Artinya:
“Barangsiapa yang menyembelih (hewan kurban) sebelum shalat, maka hendaklah ia menyembelih seekor kambing sebagai gantinya. Dan barangsiapa yang belum menyembelih, maka sembelihlah dengan menyebut nama Allah.”
(Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya)

Penjelasan:
Nabi ﷺ memerintahkan penyembelihan kurban dan memerintahkan pengulangan bagi yang melakukannya sebelum shalat. Ini menunjukkan adanya kewajiban.


Kesimpulan:
Dari dalil-dalil yang disebutkan di atas, dapat diketahui letak perbedaan pandangan dan dasar argumen masing-masing mazhab tentang hukum udhiyah.

Dan Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā lebih mengetahui.

Sumber: https://www.dar-alifta.org/ar/fatwa/details/18727/%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%82%D8%B5%D9%88%D8%AF-%D8%A8%D8%A7%D9%84%D8%A3%D8%B6%D8%AD%D9%8A%D8%A9-%D9%88%D8%A8%D9%8A%D8%A7%D9%86-%D8%AD%D9%83%D9%85%D9%87%D8%A7