Gua kira cewek yang sudah punya kerjaan, sudah jadi cewek independen, bahkan punya tabungan itu gampang dapat jodoh. Ternyata, enggak! Cewek yang terlalu mandiri justru malah buat cowok jadi minder. Jadi, kita harus gimana sih? Yuk, kita bahas bareng Ustaz. Ngopi bareng Ustaz yuk, kita bahas! MasyaAllah, pagi hari ini Ustaz cerah banget! MasyaAllah! Tidur gimana, Ustaz? Lancar? Seger dong! Masuk tidur lancar, segar! Kalau anak muda sekarang tidur susah, Ustaz. Kasihan. Ustaz, aku siapin kopi ya, karena pagi-pagi enaknya ngopi nih. Siap, Ustaz! Lebih suka kopi pahit atau manis, Ustaz? Pahit dong, pahit! Pahit yang natural itu lebih wah. Ah, aku tim pencinta kopi manis, Ustaz. Oke, Ustaz! Kalau pagi-pagi gini, Ustaz, biasanya anak muda enaknya sambil dengerin lagu. Ustaz, wih, tapi permasalahannya, cewek-cewek zaman sekarang ini lagi suka banget sama lagu galau, karena lagunya itu menggambarkan mereka yang galau dan juga putus cinta. Ustaz, tapi permasalahannya gara-gara putus cinta ini mereka jadi enggak mau, bahkan trauma untuk menjalin hubungan ke arah pernikahan. Nah, kalau itu tuh, seharusnya gimana sih, Ustaz? Pikirannya yang harus dirubah kah atau harus menambah ilmu lagi atau gimana?
Ustaz Arifin :
Iya, jadi ini berarti kita bicaranya tentang trauma orang, ya. Trauma itu kayak gini, misalkan minum kopi sekali pahit, besok lagi enggak mau minum kopi lagi.
Ikram :
Cakep banget peringatan dari Ustaz!
Ustaz Arifin :
Terus, pertanyaan saya, kira-kira yang salah kopinya, apa yang salah pahitnya, atau suasananya? Kan enggak mungkin kita salahkan kopi. Buktinya banyak orang yang bisa manfaat dari kopi, kan? Kalau kita rasa salahkan rasanya, buktinya juga banyak yang mencintai rasa kopi itu, bahkan walaupun pahit, bahkan menjadi cita rasa dunia. Jadi, yang salah di mana? Yang salah itu di orang yang traumanya. Jadi, kalau misalkan ada seseorang yang pernah menikah lalu gagal pernikahannya, atau mungkin ada orang yang belum menikah, tapi pernah melihat orang dekatnya gagal menikah, yang salah bukan pernikahannya, tapi orangnya. Iya kan, yang salah itu bukan sunnahnya, tapi yang salah itu orangnya. Kesalahan itu bukan berarti nanti akan dikopi-paste kepada yang lain. Sebab, kalau kita lihat orang yang gagal menikah dan yang sukses menikah, persentasenya lebih banyak yang sukses menikah, kan? Iya,
Ikram:
Cuma ini kayak diekspos aja.
Ustaz Arifin :
Yang cerai itu yang paling banyak diekspos, cerai ini cerai itu, sedangkan yang sukses menikah nggak diekspos. Ya kan, bagus-bagus aja, kan? Tapi kalau cerai, yang dibahas paling cuma satu dua orang. Jadi, kita melihat bahwa menikah itu adalah sunnah, jadi jangan pernah anak muda melihat apa yang sudah menjadi aturan Allah itu dengan pandangan negatif. Enggak! Semua yang sudah ditentukan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, apapun bentuknya pasti itu baik. Tinggal bagaimana kita menyikapi. Kalau misalkan ada trauma-trauma, misalnya sehari, dua hari, sebulan, dua bulan, oke lah. Lalu bagaimana? datang! Jangan dipendam sendiri, jangan dikhayalkan sendiri, jangan ngajak setan untuk menjadi teman ngobrol. Kadang-kadang orang yang trauma itu, dia berdiam diri, ya seolah dia ingin merenung dulu, tapi pada hakikatnya, sebenarnya bukan merenung, tapi ngajak setan diskusi. Dia main dengan pikirannya: _*Aduh, kalau begitu saya mending enggak usah, terus setan masuk* benar enggak? *Enggak usah!* Kenapa? Karena nanti kamu akan jadi sakit hati lagi,_ dan hidup kita bukan cuma di dunia. Sakit hati di dunia itu kalau kita ikhlas ada pahalanya. Jadi, mikirnya kita ke akhirat. Ya kan? Coba bayangkan, kalau misalkan nanti di Padang Mahsyar, Ikram pernah gagal, pasangan?
Ikram :
Teromanya 10 tahun sampai hari ini,
Ustaz Arifin :
Ya Allah, tuh bayangkan, sakit kan, di hati diselingkuhin, sakit. Begitu nanti, ternyata di akhirat, Ikram masuk surga, kan bingung: *Salat bolong-bolong, Oh enggak gitu dong! Oh enggak ya, enggak ya salat mundur-mundur misalkan* gitu kan, misal contoh. Kok saya masuk surga? Ya Allah, ya sebab kamu dulu pernah aku uji dengan rasa sakit ini dan kamu berhasil sabar, sekarang masuk surga berarti jihad masuknya. *Enggak*, bukan jihad, tapi kan bahagia, enggak tuh? Waktu itu, iya dong. Ya Allah, masaku dulu begitu sedih, ternyata itu. Oh jadi kita melihatnya itu jangan sependek gitu loh, hal yang hanya urusannya duniawi, enggak lah, bismillah lah. Kalau kita melihat kalau namanya sakit hati, para nabi juga banyak yang sakit hati. Nabi Nuh, misalkan. Nabi Nuh itu istrinya diajak taat, enggak mau, dan akhirnya harus berpisah. Tapi bukan berarti nanti Nabi Nuh trauma gitu, enggak juga. Jadi, hidup kita ini memang antara dua: kalau tidak sabar, syukur. Kalau kita dapat nikmat, kita bersyukur. Kalau lagi diuji, kita sabar, bukan kebalikannya. Begitu dapat nikmat, sombong, ketika diuji, trauma. Aduh, jangan itu!
Ikram :
Itu manusia banget, ya, Ustaz?
Ustaz Arifin :
Enggak juga sih, enggak! Jangan pakai kalimat manusia banget, sebab manusia itu laqq inswim. Allah nyampaikan begitu, manusia itu diciptakan dalam bentuk terbaik loh. Cuman kadang-kadang manusia ini mendowngrade dirinya.
Ikram :
Sama halnya kayak banyak kata-kata muncul: *Eh, batas sabar itu ada batasnya*.
Ustaz Arifin :
Padahal sabar itu sebenarnya tidak ada batasnya. Bahkan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan balasannya itu *baghiri hisab*, tanpa batas. Artinya, sabarnya itu tanpa batas, dan balasannya juga tanpa batas. Nah gitu. Dan *la yukallifullahu nafsan illa wus’aha*. _”Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan membebani seorang hamba kecuali dengan kemampuannya.”_ Jadi, semua apa yang sudah datang ke kita itu sudah sesuai takaran. Tapi kalau ada orang bilang, *Ya Allah, saya enggak kuat*, bukan dia enggak kuat, dia yang mendongkrak mindset-nya. *Iya, gitu!*
—
Ikram :
Ustaz, ini obrolannya menarik nih. Tadi kita ngomongin soal cewek yang sekarang takut untuk menikah. Di episode sebelumnya kan kita sudah bahas tentang cowok, ya. Sebenarnya, untuk standar cewek memilih cowok itu seperti apa? Sekarang kan mungkin, cewek-cewek ini makin bingung. Kayak ngelihat cowok ada yang baik, tapi enggak salat, ada yang penghasilannya besar, salat, tapi main cewek. Ditambah trauma, itu seharusnya standarnya seperti apa, Ustaz?
Ustaz Arifin :
Iya, sebenarnya sih begini, kita itu kembali ya. Untuk mencari pasangan itu bukan mencari yang sempurna, karena kalau kita mencari yang sempurna, ya kita yang akan hancur sendiri. Karena semua orang pasti akan ada kekurangannya. Siapa yang sempurna di antara manusia? Tadi kan, kalau dilihat dia kaya, dia pintar, tapi ternyata banyak mantannya. Ya iyalah, wajar. Dia kaya, dia ganteng, dia pintar, iya juga. Tapi kalau dia kaya, dia bodoh, dia miskin, tapi setia? Ya. Sebab enggak ada lagi yang suka sama dia, gitu loh. Iya kan, mau cari yang saleh, pintar, kaya, taat, setia? Eh siapa? Dia juga kadang-kadang kan begitu.
Jadi, kita itu memang kalau dalam pernikahan tidak mencari siapa yang sempurna, tetapi siapa yang bisa menjadi teman hidup untuk bisa mendapatkan kesempurnaan dan saling melengkapi. Itu pernikahan.
Ikram :
Ada yang bilang gini, Ustaz: *Carilah pasangan yang walaupun penghasilan pas-pasan, tapi dia enggak lepas salat, karena kalau lu cari pasangan tapi dianya enggak salat, itu banyak yang akhirnya bubar, karena cewek-cewek ngerasain pengin nikah, gua pengin loh, kayak misalkan buat konten ya lillilil itu yang sama suami mesra-mesraan, tapi suaminya enggak salat, masih bolong-bolong. Kalau dia enggak takut sama Allah, apalagi sama bini, ada yang bilang gitu.
Ustaz Arifin :
Iya, benar banget, Ustaz. Itu memang penting. Kalau saya pribadi nih, buat para cewek-cewek, agama itu menjadi satu pedoman atau patokan dasar. Karena pernikahan ini, dalam kondisi akhir zaman seperti sekarang, banyak sekali guncangan, banyak godaan, dan banyak cobaan. Agama ini jadi sandaran yang paling kuat. Sekarang, apa sih yang bisa dijadikan sandaran? Materi? Iya kan, materi nih, biasanya orang bilang kalau punya banyak uang, selesai semua perkara. Tapi yang ngomong begitu, dia belum punya banyak uang. Sebab dia belum tahu, kan? Karena banyak uang ini akan membawa banyak sekali masalah juga yang akan dihadapi. Betul, kan?
Iya, kan? Orang kalau nggak paham, bersandar pada apa? Pada ketampanan? Banyak orang yang dengan ketampanan, pasangan hidupnya nggak bisa tidur karena takut pasangannya dilirik orang lain. Apalagi yang bisa menjadi sandaran? Jabatan? Jabatan itu bisa hilang kapan aja, misalkan dia pimpinan, eh tiba-tiba dimutasi atau diganti, hancur. Jabatan itu sangat lemah. Jadi, kalau kita bersandar pada itu, kita akan goyah. Apalagi, misalkan, dia punya jabatan tinggi, terus dia merasa, “Oh, saya punya jabatan, saya berkuasa.” Nah, kalau dia bersandar pada jabatan itu, pasti dia bakal kecewa. Yang bisa menjadi sandaran ya hanya Allah. Memang benar, kalau kita mendahulukan agama, InsyaAllah, dunia dan akhirat kita akan dapat.
Ikram :
Sekarang, kita dapat dunia, Ustaz. Dunia dulu, baru akhirat. Coba kita cobain nih, buatan Ustaz. Alhamdulillah, InsyaAllah.
Ustaz Arifin :
Sejak kapan bisa bikin kopi enak begini?
Ikram :
Sejak ada kopi, nih, Az. Sejak ngopi bareng Ustaz juga, hahaha.
Ustaz, kita sama-sama cowok. Biasanya, cowok atau cewek kalau habis putus cinta tuh bawaannya pengin sukses. Kerja, kerja, kerja. “Gua pengin lihat mantan gua nyesal karena gua jadi orang.” Nah, ini lagi ramai, Ustaz. Jadi, kemarin ada salah satu public figure ngomong gini: *”Cewek sekarang lebih independen dibanding cowok. Cowok sekarang independen tuh susah. Cewek penghasilannya jauh lebih besar dan alhasil itu buat cowok jadi mikir, ‘Aduh, kalau gua nikah, gaji cewek gua yang independen tadi lebih besar, itu gimana ya?’ Karena pasti takut, kayak yang uangnya lebih banyak, biasanya lebih ngatur.”* Nah, itu gimana tuh, Ustaz?
Ustaz Arifin :
*Pertama* Jadi gini, kalau ada statement cewek lebih banyak penghasilannya dibanding cowok, mungkin karena yang ngomong begitu kali ya. Cuman, kalau dibikin statistik, kayaknya enggak juga deh. Cowok juga banyak yang penghasilannya lebih banyak. Itu yang pertama. Ya, jadi dasarnya apa tuh bilang, “Sekarang ini cewek lebih banyak penghasilannya,” belum tentu tuh.
*Yang kedua*, gimana kalau misalkan ada cowok yang gajinya lebih rendah dibanding dengan ceweknya, atau suami yang lebih rendah daripada istrinya. Apakah itu nanti seolah identik dengan bisa ngatur atau segala macam? Tergantung sih. Kalau saya lihat ya, kalau misalkan keluarga ini berjalan atas dasar ridha Allah, yang dicari itu adalah ridha Allah, saya kira mereka enggak akan begitu. Dia akan tahu posisinya masing-masing. Karena suami dan istri itu kan mau naik, mau turun, bukan dilihat hak dan kewajibannya dari penghasilan. Tapi dia sebagai suami, apapun penghasilannya, Allah sudah nobatkan dia jadi imam, kan begitu. Iya kan? Istri, apapun penghasilannya, dia dinobatkan jadi makmum. Nah, ini kan tidak merubah apapun. Kalau nanti penghasilan istri ternyata lebih tinggi, maka istri boleh mengatur enggak? Enggak ada.
Ikram :
Tapi kalau kita ketemu kasus yang kayak gitu, gimana ya?
Ustaz Arifin :
Berarti dasarnya yang salah, gitu. Dasarnya yang salah. Jadi, enggak ada dalam Islam itu kalau misalkan istrinya, wah, 10 kali lipat lebih dari suaminya, tetap dia istri. Ketika di rumah, dia harus patuh dan taat pada suaminya. Bukan apa-apa. Sebab, di suaminya itulah ridha Allah. Suami bisa membawa dia ke surga. Jadi, dia harus ngelihat itu. Bukan cuma sekadar, *”Nih suami saya gaji cuma segini.”* Atau *”Ini suami saya dulu mantan supir saya.”* Enggak begitu. Ah, ini suami saya, surga saya di sini.
Oke, kita sekarang nih, lebih banyak gajinya, tapi surga enggak bisa dibeli dengan banyaknya gaji. Betul, kan? Iya, kan? Misalkan kita apa segala macam, tiba-tiba nanti ketika semua sudah tinggal selangkah menuju surga atau neraka, suami enggak ridha, nah mau apa? Tetap suami pegang sesuatu, walaupun tanggung jawab suami juga besar. Apa yang dilakukan oleh istri itu akan menjadi tanggung jawab suami di akhirat. Kalau istri melakukan,, itu akan jadi tanggung jawab suami.
Ustaz Arifin :
Tapi kalau suami melakukan sesuatu yang salah, istri tidak kena tanggung jawab. Nah, jadi di situ letaknya kewajiban dan hak. Makanya, penting nih buat haji muda ya. Kalau kita bicara tentang pernikahan ini, merefleksikannya atau menjadikannya sebagai sandarannya jangan kata orang deh, walaupun itu public figure atau siapapun, tapi bagaimana Islam memandang itu lebih penting. Oke, makanya kursus pra yang sesuai dengan apa yang ada dalam Islam itu luar biasa penting, supaya kita enggak goyah gitu loh. Enggak goyah, enggak ke kanan, enggak ke kiri. Jadi benar apa yang harus kita jadikan sebagai patokan.
Ikram :
Nah, itu dia jawaban yang luar biasa banget dari Ustaz Arif Nugroho. Semoga teman-teman, apalagi cewek-cewek dan cowok-cowok yang lagi galau, udah deh, enggak usah galau-galauan lagi. Sekarang udah dapat jawabannya. Tinggal cari calonnya siapa yang mau diajak nikah, yang mau sama-sama ibadah buat mendekatkan ke Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Kalau gitu, saya Ikram Afro dan juga Ustaz Arif Nugroho pamit diri. Tapi sebelum itu, jangan lupa kalau kalian punya pertanyaan yang buat kalian gelisah, langsung aja komen di sini bareng dengan kita di Ngopi Bareng Ustaz.