Hukum Utang

Hukum asal dalam masalah utang adalah boleh, maka dibolehkan bagi seseorang untuk berutang apabila ia mengetahui dari dirinya bahwa ia mampu untuk melunasinya. Bahkan, kadang kala berutang bisa menjadi wajib apabila hal itu diperlukan untuk menolak bahaya dari dirinya.

Namun, seorang Muslim sebaiknya tidak meremehkan urusan utang hanya karena alasan sepele, karena telah turun peringatan keras mengenai masalah utang.

Diriwayatkan dari Muhammad bin Abdillah bin Jahsy raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata:

كنا جلوساً بفناء المسجد حيث توضع الجنائز، ورسول الله صلى الله عليه وسلم جالس بين ظهرانينا، فرفع رسول الله صلى الله عليه وسلم بصره قِبَل السماء فنظر، ثم طأطأ بصره، ووضع يده على جبهته ثم قال: سبحان الله سبحان الله، ماذا نزل من التشديد؟ قال: فسكتنا يومنا وليلتنا، فلم نرها خيراً حتى أصبحنا. قال محمد: فسألت رسول الله صلى الله عليه وسلم ما التشديد الذي نزل؟ قال: في الدّيْن، والذي نفس محمد بيده، لو أن رجلاً قُتل في سبيل الله، ثم عاش، ثم قُتل في سبيل الله، ثم عاش وعليه دَين؛ ما دخل الجنة حتى يُقضى دينه.

“Kami duduk di halaman masjid tempat jenazah diletakkan, dan Rasulullah ﷺ duduk di tengah-tengah kami. Lalu Rasulullah ﷺ mengangkat pandangannya ke arah langit, kemudian beliau menundukkan pandangan dan meletakkan tangannya di dahinya, lalu beliau bersabda: ‘Subḥānallāh, Subḥānallāh, betapa besar peringatan yang diturunkan?’ Kami pun diam seharian dan semalam, dan kami melihat itu bukanlah pertanda baik hingga kami menjumpai pagi. Muhammad berkata: ‘Lalu aku bertanya kepada Rasulullah ﷺ, ‘Apa peringatan keras yang diturunkan itu?’ Beliau menjawab: ‘Tentang utang. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, seandainya ada seseorang yang terbunuh di jalan Allah, lalu dihidupkan kembali, lalu terbunuh lagi di jalan Allah, lalu dihidupkan kembali, namun ia masih memiliki utang, maka ia tidak akan masuk surga hingga utangnya dilunasi.’”


Sebab-Sebab Timbulnya Utang

Hukum asalnya, bebasnya tanggungan seseorang dari segala jenis utang harta. Namun, utang bisa muncul dalam tanggungan seseorang karena beberapa sebab berikut:

  1. Komitmen terhadap harta dalam suatu akad yang terjadi antara dua pihak, seperti dalam jual beli, salam (jual beli dengan pembayaran di muka), ijarah (sewa-menyewa), dan pinjaman.
  2. Perbuatan melanggar hukum yang menyebabkan munculnya utang atas pelakunya, seperti pembunuhan yang mengharuskan membayar diyat (tebusan).
  3. Merusak harta milik orang lain.
  4. Kehilangan atau rusaknya harta orang lain di tangannya karena kelalaian.

Dokumentasi (Peneguhan) Utang

Dokumentasi (توثيق) berarti mengokohkan atau menguatkan. Makna dari peneguhan utang adalah: menetapkan hak pihak yang memberi utang (kreditur), sehingga apabila pihak yang berutang (debitur) enggan melunasi, maka kreditur dapat mengambil kembali haknya.

Ada empat cara untuk mendokumentasikan utang:

  1. Penulisan (الكتابة):

    Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:


    يَا أَيُّهَا الذِينَ آمَنوا إذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
    “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian berutang untuk waktu yang ditentukan, maka tulislah.” (QS. Al-Baqarah: 282)


    Mayoritas ulama berpendapat bahwa penulisan utang adalah anjuran (sunnah), bukan wajib, dan perintah dalam ayat ini adalah bentuk bimbingan dan pengarahan.
  2. Menghadirkan saksi (الاستشهاد):

    Sebagaimana dalam lanjutan ayat di atas:


    وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِن رِّجَالِكُمْ
    “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari kalangan laki-laki di antara kalian.” (QS. Al-Baqarah: 282)

  3. Menyerahkan barang jaminan (الرهن):

    Sebagaimana firman Allah Ta’ala:


    وَإِن كُنتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ
    “Jika kalian dalam perjalanan dan tidak menemukan penulis, maka ambillah barang jaminan yang diserahkan.” (QS. Al-Baqarah: 283)

  4. Kafalah (penjaminan):

    Seperti dalam kisah dua orang laki-laki dari Bani Israil yang diceritakan oleh Rasulullah ﷺ. Dalam kisah tersebut, salah seorang meminta jaminan sebelum memberikan pinjaman.

Pelunasan Utang

Apabila utang telah terbukti dalam tanggungan seorang debitur, maka tanggungan itu tidak akan gugur kecuali dengan salah satu sebab gugurnya utang. Di antara sebab-sebab tersebut adalah:

  1. Pembayaran (الأداء):
    Yaitu ketika debitur membayar apa yang menjadi kewajibannya kepada kreditur.
  2. Pembebasan (الإبراء):
    Yaitu ketika kreditur merelakan dan menggugurkan utangnya secara penuh dari debitur.
  3. Pemindahan utang (الحوالة):
    Contohnya: Seorang debitur memiliki uang di tangan orang lain, maka ia memindahkan kewajiban membayar kepada orang itu.

    Diriwayatkan dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:


    مُطل الغني ظلم، فإذا أتبع أحدكم على ملي فليتبع
    “Menunda pembayaran oleh orang kaya adalah suatu kezaliman. Maka jika salah seorang dari kalian dipindahkan kepada orang yang mampu (untuk membayar), hendaklah ia menerima pemindahan tersebut.”
    (HR. Bukhari dan Muslim)

  4. Pengambilan barang jaminan:
    Yaitu setelah waktu jatuh tempo tiba, maka barang jaminan bisa diambil sebagai bentuk pelunasan utang.

📚 Sumber Referensi:
Dr. Mawlaya Umar Shusi, Fiqih Utang Piutang; Hukum dan Adab,

https://www.aljamaa.net/posts/%D9%81%D9%82%D9%87-%D8%A7%D9%84%D8%AF%D9%91%D9%8E%D9%8A%D9%92%D9%86-%D8%A3%D8%AD%D9%83%D8%A7%D9%85-%D9%88%D8%A2%D8%AF%D8%A7%D8%A8