Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh, di mana setiap rukun dan ajarannya saling mendukung satu sama lain. Oleh karena itu, tidaklah pantas bagi seorang Muslim untuk melaksanakan sebagian kewajiban dan meninggalkan yang lainnya. Seorang Muslim diperintahkan untuk melaksanakan seluruh ibadah yang telah disyariatkan oleh Allah SWT, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan ibadah wajib lainnya, jika ia termasuk dalam kategori mukallaf yang terkena kewajiban tersebut. Ia harus berkomitmen untuk menjalankan semua kewajiban tersebut sebagaimana firman Allah SWT:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً﴾
(Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan) – (QS. Al-Baqarah: 208).
Dalam tafsir ayat ini, disebutkan bahwa maksudnya adalah agar seorang Muslim menerima seluruh ajaran Islam dan tidak memilih-milih mana yang akan dijalankan dan mana yang ditinggalkan. Jika seseorang menjalankan sebagian ajaran Islam namun meninggalkan sebagian lainnya, maka ia termasuk dalam firman Allah SWT:
﴿أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ﴾
(Apakah kalian beriman kepada sebagian kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian lainnya?) – (QS. Al-Baqarah: 85).
Imam Ath-Thabari dalam kitab Jāmi‘ al-Bayān (3/600) menjelaskan bahwa ayat ini mengandung seruan kepada orang-orang beriman untuk meninggalkan segala sesuatu yang bertentangan dengan hukum Islam dan menjalankan seluruh syariat Islam tanpa mengurangi sedikit pun.
Demikian pula Imam Al-Mawardi dalam kitab An-Nukat wa al-‘Uyūn (1/268) mengatakan bahwa “masuk ke dalam Islam” berarti menjalankan seluruh syariatnya.
Apakah Puasa Orang yang Tidak Shalat Sah?
Meskipun seorang Muslim diperintahkan untuk menjalankan semua ibadah yang diwajibkan, keabsahan suatu ibadah tetap bergantung pada terpenuhinya syarat dan rukunnya. Tidak ada hubungan antara keabsahan suatu ibadah dengan pelaksanaan ibadah lainnya. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa tetapi tidak shalat, puasanya tetap sah dan tidak batal, karena shalat bukan merupakan syarat sahnya puasa. Namun, ia tetap berdosa besar karena meninggalkan shalat, yang merupakan kewajiban utama dalam Islam. Ia wajib segera bertaubat kepada Allah SWT.
Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash, Rasulullah SAW bersabda:
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Batas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”
— (HR. Muslim, no. 82).
Imam As-Sarakhsi dalam kitab Al-Mabsūṭ (3/118) menyatakan bahwa ibadah tidak dapat dianggap sah tanpa memenuhi syarat dan rukunnya, sebagaimana ia juga tidak sah tanpa keberadaan rukun-rukunnya.
Dalam kitab Syarḥ Mukhtaṣar ar-Rauḍah (1/441), Imam As-Sarsari menjelaskan bahwa makna keabsahan dalam ibadah menurut para fuqaha adalah bahwa suatu ibadah dianggap cukup sehingga tidak perlu diulang atau diqadha.
Imam Az-Zarkasyi dalam Al-Baḥr al-Muḥīṭ (2/16) juga mengatakan bahwa keabsahan dalam ibadah berarti suatu amal telah memenuhi syarat dan rukunnya sehingga tidak perlu diulang.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, puasa orang yang tidak shalat tetap sah, meskipun ia berdosa karena meninggalkan shalat. Seharusnya, setiap Muslim berusaha melaksanakan seluruh kewajiban yang telah Allah SWT perintahkan sesuai dengan kemampuan dan kesanggupannya. Dengan demikian, ia akan lebih dekat kepada Allah dan memperoleh pahala serta rahmat-Nya dengan lebih sempurna dibandingkan dengan orang yang hanya menjalankan sebagian kewajiban dan meninggalkan sebagian lainnya.
Wallahu a‘lam.