Ikram:
Oh masyaAllah, untanya lain. Ustaz Ikram buatin kopi ya. Ws, oke Ustaz.
Ustaz Arifin:
Pikiran ada pertanyaan lagi, sekarang ini sudah serbah teknologi, dia sudah makin canggih, Ustaz. Hehe. Ada yang namanya haji, tapi pakai virtual. Haji virtual. Hehe. Jadi yang dia kayak pakai VR, hehe, itu dia ya, secara digital gitu, lah. Hehe. Nah itu tuh sebenarnya bolehkah kalau haji virtual itu maksudnya hanya sekedar kayak orang manasik nih, ya pengin belajar tentang haji. Tadi kan Ikram bilang di awal, haji itu bekalnya ilmu, ya. Nah dengan itu mendekatkan dia dengan ibadah haji yang akan dilaksanakan, bagus itu. Boleh-boleh aja. Nanti ditunjukkan tuh di situ mungkin, ya, ini dia pintu kalau kita masuk ke Masjidil Haram, dari sini Ka’bahnya, ini nanti Ka’bah itu ada Hajar Aswadnya, ini pintu Ka’bahnya di sini, Multazam di sini, apa segala macam, nanti dia ke Mina, nanti dia ke Arafah, lontar jumrah. Boleh? Bagus, bukan? Boleh bagus, tapi bukan membuat orang itu jadi haji.
Ikram:
Nah, itu dia. Begitu keluar dari itu, apa namanya, dipanggil sama orang, namanya aja, ih jangan sebut nama aja, nih, sudah haji baru virtual. Kapan haji kemarin, HV namanya tuh. Haji virtual, haji virtual baru lagi nih. Hehe.
Ustaz Arifin:
Nah, Ikram, beberapa waktu lalu tuh sempat ramai ada jemaah haji yang di mana dia ngebawa anaknya yang masih umur 2 bulan, 2 bulan, untuk berangkat haji. Apakah boleh haji atau umrah bawa anak umur segitu dan apakah dia terhitung haji atau gimana ya?
Ikram:
Hehe.
Ustaz Arifin:
Jadi orang melakukan ibadah bahwa anak itu bagus dalam rangka mendidik, ya kan? Karena anak juga nanti ketika dia melihat orang tuanya melakukan satu aktivitas ibadah, itu akan direkam di otaknya dan itu akan mungkin ke depan akan menjadi motivasi tersendiri. Nah kalau untuk haji, karena ini sesuatu yang sifatnya wajib, ya, untuk haji ini, dia ada syarat namanya syarat sah, ada juga syarat wajib. Syarat wajib itu untuk menunjukkan syarat apa saja yang membuat orang itu jadi wajib haji, dan ada syarat sah untuk menunjukkan kira-kira ibadah yang dilakukan itu sah atau tidak. Nah, kalau haji, perkaranya di antara syarat sahnya haji itu adalah baligh.
Ikram:
Hmm.
Ustaz Arifin:
Jadi kalau umpama umur 2 bulan, pasti belum baligh, dong. Iya? Berarti hajinya belum sah. Tidak menggugurkan hajinya dia nanti besar. Bukan berarti ketika dia sudah baligh terus enggak lagi perlu haji. Enggak, justru ketika dia baligh barulah di situ nanti dia akan mendapatkan keabsahan hajinya. Sebelum itu, tidak.
Ikram:
Oke, jadi teman-teman ya, kalau misalkan orang tuanya masih menyusui anaknya, belum bisa lepas, ya selama ada rezeki lebih, ya silakan, mau bawa anaknya, silakan. Pahala dapat, insyaAllah.
Ustaz Arifin:
Oh, nah, kalau… iya, ini pertanyaan yang banyak diinginin sama jamaah juga, Ustaz. Hehe. Kalau misalkan, apa benar orang meninggal ketika lagi haji atau umrah itu, entah enggak dihisab atau masuk surga, aku pada dengar tuh. Itu gimana tuh?
Ikram:
Jadi orang kalau dalam aktivitas ibadah meninggal, insyaAllah itu di antara tanda husnul khatimah. Bagus, dong. Ibadah, salat, meninggal. Lagi ngaji, meninggal. Lagi sedekah, meninggal. Lagi syuting tema religi, meninggal, hostnya… hehe, bagus, dong. Gimik, ya teman-teman, jangan beneran, karena ada… Nah, haji juga sama. Apalagi ini penyempurna, gitu kan? InsyaAllah baik, husnul khatimah. Berarti ini jatuhnya meninggal dalam keadaan baik, husnul khatimah, tapi amalan tetap dihisab, Ustaz, ya?
Ustaz Arifin:
Oh iya, iya. Amalan tetap dihisab. Kalau dulu pernah bohong, tetap dihisab. Kalau dulu pernah nyolong, tetap dihisab. Tapi kalau dia sudah tobat, juga tetap dihisab.
Ikram:
Nah, gitu. Jadi teman-teman, semoga apapun keadaan kita, kita meninggal dalam keadaan husnul khatimah, ya.
Ustaz Arifin:
Ya, Ustaz, ada kan beberapa orang yang melakukan cara-cara untuk bisa berangkat umrah ataupun haji, ya kan? Ada yang via kredit, ada yang mungkin minjam. Tapi kalau misalkan sampai gadai rumah untuk berangkat ke Tanah Suci, itu boleh enggak? Kan karena mempersulit tuh. Kenapa enggak dia jual aja rumahnya?
Ikram:
Nah, enggak tahu, ya, mungkin butuh waktu, Ustaz.
Ustaz Arifin:
Butuh waktu, betul. Betul. Ya, butuh waktu. Betul, setuju. Setuju.
Ikram:
Sedangkan kalau digadai, mungkin enggak butuh waktu, ya?
Ustaz Arifin:
Oke, oke. Gini, jadi orang mau berangkat ibadah haji itu, selama harta yang dia gunakan untuk ongkos itu halal, oke, maka apapun itu, ya, enggak ada masalah, sah-sah aja. Sah-sah, mau gadai, mau ngutang, mau apalagi tuh, mau jual barang dia yang penting jangan haram. Jangan dari nyolong, jangan dari judi, jangan dari ngerampok, jangan dari korupsi, nah gitu.
Ikram:
Ada contoh misalkan orang berangkat haji dari biaya dinas. Oke, I, kan otomatis bukan dari tabungan dia, bukan dari harta dia, bahkan juga bukan dari rumah yang dia gadai, dari kantornya. Tapi karena ini halal, sah, enggak? Hajinya sah walaupun bukan dari duit dia, atau haji hadiah kan ada juga, haji hadiah giveaway?
Ustaz Arifin:
Iya, atau giveaway atau grand prize. Nah, ikut acara hadiahnya haji diundi, menang. Ini kan haji undian, namanya sah atau tidak sah?
Ikram:
Gitu, Ustaz.
Ustaz Arifin:
Oh, berarti sekarang kalian silakan gadai rumah kalian, tapi izin sama orang tua dulu.
Ikram:
Iya, itu penting. Kalau rumah sendiri, is oke.
Ustaz Arifin:
Iya, iya. Betul.
Ikram:
Ustaz, Ikram, jadi timbul pertanyaan kalau kayak Ikram nih, contoh Ustaz. Kan kita influencer. Kalau kita diberangkatin haji atau umrah tapi jalur endorse, itu gimana? Kita yang harusnya bayar, kita dibayar. Gimana tuh?
Ustaz Arifin:
Enggak apa-apa. Saja boleh. Enggak ada masalah di-endorse. Harusnya bayar, dibayar. Ya, pembimbing haji. Hehe, kan sama nih, saya.
Ikram:
Oh, iya juga, ya.
Ustaz Arifin:
Iya kan? Saya berangkat haji enggak bayar, tapi pulang dibayar. Misalkan contoh, karena apa? Membimbing jemaah, mengarahkan. Enggak apa-apa. Enggak ada masalah. Teman-teman, mungkin dari petugas-petugas haji juga begitu. Kan berangkat, ada yang tanya, “Gimana, Ustaz, kalau saya ini berangkat kan petugas haji sambil kerja, sambil haji, bisa apa enggak?” Enggak ada masalah. Enggak ada masalah.
Ikram:
Hehe, nah, kalau Ustaz, ada enggak sih amalan yang kalau kita lakuin itu setara sama haji? Mungkin teman-teman sambil nunggu haji, ya, sekarang jadi bisa ngelakuin amalan ini, tuh, apa, Ustaz? Hehe.
Ustaz Arifin:
Iya, jadi kalau mau ditanya yang setara dengan haji, itu ada. Tapi ke sana juga, umrah. Oh, di bulan Ramadan?
Ikram:
Oh, di bulan Ramadan itu?
Ustaz Arifin:
Umrah di bulan Ramadan. Kata Nabi itu setara dengan haji bersamaku.
Ikram:
Uh, gua nyesal. Haji bersamaku? Aku nyesal, Ustaz.
Ustaz Arifin:
Aku niat bulan puasa itu berangkat, cuma aku pikir, aduh, kayaknya puasa di sana bakal ramai, nih, rebutan makan, ataupun segala. Kayak pas ngedengar kayak gini.
Ikram:
Eh, salah, loh. Bukan rebutan makan, loh.
Ustaz Arifin:
Lo, apa? Kita nolak-nolak orang ngasih makan?
Ikram:
Oh, enggak ada rebutan makan. Kalau bulan Ramadan, semua berlomba untuk ngasih makan. Sampai kadang-kadang kita lagi jalan aja, dipaksa, dipanggil-panggil, “Haji, haji, minta tolong,” gitu. Wah, sampai bingung, dah.
Ikram:
Wih, jadi pengin berangkat haji atau umrah enggak sih, bawahnya, dong?
Ustaz Arifin:
Ya, teman-teman, sekarang waktunya komen kalau kalian punya pertanyaan, baik tentang umrah atau tentang kehidupan sehari-hari. Boleh langsung tanya di kolom komentar. Kita nanti bakal dijawab langsung sama Ustaz Arifin Nugroho. Kalau gitu, saya Ikram Mafro, dan juga Ustaz Arifin Nugroho pamit untuk diri. Tapi sebelum itu, jangan lupa like, komen, dan juga aktifin loncengnya di channel YouTube kita, BPKHRI. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Tentu! Berikut adalah percakapan yang saya buat dengan gaya seperti sebelumnya:
Ikram:
Ustaz, saya mau tanya nih. Ada banyak orang yang habis sahur, terus makan rendang ayam, tidur deh tuh habis Subuh. Begitu bangun, masih ada sisa di mulut, kira-kira yang gitu gimana ya, Ustaz? Harus dibuang atau ditelan?
Ustaz Arifin:
Oh, itu bisa dibuang, Ikram. Jadi yang membatalkan puasa itu bukan soal masuk ke mulut, tapi kalau sesuatu itu melewati batas kerongkongan. Jadi, kumur-kumur itu boleh, sikat gigi juga boleh, cicip-cicip sedikit juga boleh, asal jangan sampai tertelan. Tapi, yang harus hati-hati itu kalau ibu-ibu yang masak, atau teman-teman yang nyicipin masakan. Sering banget kan, nyicipin masakan 15 kali, habis itu udah kenyang duluan sebelum buka puasa. Nah, ini yang harus dijaga, Ikram. Jangan sampai kebablasan.
Ikram:
Haha, iya, Ustaz. Apalagi kalau ibu-ibu tuh. Masaknya ngasal, kan, kayaknya. Terus, Ustaz, kalau sikat gigi, gimana? Kan ada yang bilang gak boleh sikat gigi pas waktu siang, apalagi pakai pasta gigi yang wangi.
Ustaz Arifin:
Iya, benar. Kalau sikat gigi, sebaiknya jangan pakai pasta gigi yang ada rasa, apalagi rasa durian, atau yang bikin wangi banget. Itu malah makruh, Ikram. Kalau pakai siwak, aman. Siwak itu alami, gak ada rasa, jadi lebih baik.
Ikram:
Oh gitu, Ustaz. Jadi kalau gak pakai rasa, aman, ya?
Ustaz Arifin:
Iya, betul. Siwak aman, tapi pasta gigi dengan rasa itu makruh. Jadi, kalau bisa, hindari, terutama kalau sudah mendekati waktu puasa.
Ikram:
Oke, Ustaz. Nah, ini pertanyaan penting buat teman-teman haji muda. Ketika puasa, kita mulai sahur itu kapan? Apakah bisa makan sampai azan subuh, atau sudah harus berhenti sebelum azan?
Ustaz Arifin:
Nah, jadi sahur itu dianjurkan sampai azan subuh. Jadi, kita masih bisa makan sampai azan subuh berkumandang. Waktu sahur itu biasanya orang mengakhiri makan sahur dengan waktu yang sangat dekat dengan azan subuh. Nabi juga mengakhiri sahurnya dekat dengan azan, supaya kita bisa bersegera ke masjid setelahnya.
Ikram:
Oh jadi, Ustaz, kalau sudah azan, kita harus berhenti, ya? Jangan ngaret, jangan ngotot nunggu sampe ‘Lailahaillallah’, ya?
Ustaz Arifin:
Betul! Begitu azan subuh, kita harus segera berhenti makan atau minum. Kalau kita nunggu terlalu lama, malah gak sesuai dengan sunnah. Begitu azan, langsung berhenti, ya. Sama seperti waktu berbuka, begitu azan magrib, langsung makan.
Ikram:
Tapi, Ustaz, kadang ada banyak masjid yang azannya beda waktu, ya? Kalau gitu, kita harus dengerin azan yang mana?
Ustaz Arifin:
Nah, itu dia, Ikram. Kalau kita berbuka, yang dihitung itu adalah azan yang tercepat, bukan yang terdekat. Jadi, misalnya kita di rumah dan ada masjid di dekat rumah, kalau masjid yang lebih jauh azannya duluan, ya ikuti itu. Jangan nunggu azan yang lebih dekat.
Ikram:
Iya, jadi supaya kita gak nunda-nunda, ya, Ustaz?
Ustaz Arifin:
Betul. Kalau kita nunda buka puasa, malah bisa kehilangan momen baik. Nabi menyarankan agar kita menyegerakan berbuka, karena itu adalah salah satu waktu yang penuh berkah.
Ikram:
Oke, Ustaz. Nah, ini nih. Kalau buka puasa di acara bukber, gimana? Bolehkah kalau buka puasa sambil berdiri? Kadang-kadang kan prasmanan nih, ya.
Ustaz Arifin:
Nah, kalau menurut adab Islam, sebaiknya makan itu dilakukan sambil duduk, makan dengan tangan kanan, dan mulai dengan Bismillah. Jadi, kalau prasmanan, kita usahakan cari tempat duduk. Kalau gak ada, ya cari tempat yang aman, misalnya nempel tembok, supaya gak terlalu repot. Kalau emang gak ada tempat duduk sama sekali, bisa berdiri, tapi itu memang kondisi darurat, ya.
Ikram:
Tapi, Ustaz, kalau bukber itu sama teman-teman yang gak puasa, gimana?
Ustaz Arifin:
Itu namanya bukan bukber, Ikram. Kalau gak puasa, berarti gak berbuka bersama. Cuma makan bersama aja. Bukber itu khusus bagi yang berpuasa. Semoga teman-teman haji muda kita niatnya full puasa 30 hari ya, tanpa halangan.
Ikram:
Iya, Ustaz. Semoga bisa puasa penuh tanpa halangan. Nah, buat teman-teman yang punya pertanyaan, bisa komen di bawah ya! Sekian dari saya, Ikram, dan Ustaz Arifin Nugroho. Kita pamit dulu. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!